Semarang -- 16 Oktober 2024. Walikota Semarang Dr. Ir. Hj. Hevearita Gunaryanti Rahayu, M.Sos, menanggapi cepat viralnya dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang petugas Bapenda Kota Semarang berinisial SAP.
Hevearita langsung menghubungi Kabid Gakplin Pemkot Semarang, Joko Hartono, untuk memerintahkan agar Gakplin segera meminta klarifikasi terkait pemberitaan tersebut.
Gakplin Pemkot Semarang mengklaim telah mendapatkan identitas SAP dan telah menghubungi yang bersangkutan. SAP membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa narasumber yang memberikan informasi kepada wartawan memiliki gangguan jiwa.
"Kami langsung telpon SAP dan dia bilang narasumbernya itu punya masalah kejiwaan," ujar Joko Hartono.
Gakplin juga berencana menurunkan tim dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3AKB) untuk menggali informasi dari narasumber.
"Kami ingin memastikan kebenaran informasi yang beredar. Kami juga ingin memberikan pendampingan kepada narasumber, karena narasumber ini ternyata seorang perempuan dan menyangkut anak dibawah umur," tambah Joko Hartono.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak SAP terkait tuduhan pelecehan seksual tersebut.
Tim liputan akan terus memantau perkembangan kasus ini dan berusaha untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan akurat.
Akan tetapi dengan tayangnya pemberitaan ini, Joko Hartono selalu Gakplin Pemkot Semarang meminta agar hasil pertemuan antara perwakilan awak media yang menayangkan pemberitaan sebelumnya untuk tidak di publish terlebih dahulu dikarenakan pihaknya tetap akan bekerja secara profesional dan integritas.
Namun apabila jika mengacu kepada Pedoman Kebebasan Pers yang tercantum dalam UU No. 40 Tahun 1999 Menjamin Hak Warga Negara untuk Mendapatkan Informasi
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers merupakan tonggak sejarah bagi kebebasan pers di Indonesia. UU ini menjamin kemerdekaan pers sebagai salah satu wujud kedaulatan rakyat dan pilar penting dalam demokrasi. Salah satu poin penting dalam UU ini adalah larangan untuk menghalangi atau melarang penayangan pemberitaan oleh media pers.
Pasal 4 ayat (2) dan (3) UU Pers secara tegas menyatakan bahwa:
(2) Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis media komunikasi.
(3) Kemerdekaan pers dijamin sebagai salah satu wujud kedaulatan rakyat yang merupakan unsur penting dalam mewujudkan demokrasi.
Melarang kinerja pers sama saja dengan menghalangi tugas wartawan. Wartawan memiliki tugas untuk menyampaikan informasi kepada publik, dan halangan atau larangan terhadap tugas ini dapat dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap UU Pers.
Sanksi dan Denda bagi Pelanggar
UU Pers memberikan sanksi tegas bagi pihak-pihak yang secara sengaja menghalangi atau menghambat tugas pers. Pasal 18 ayat (1) menyatakan bahwa:
Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
Pasal 5 UU Pers juga mengatur tentang larangan bagi perusahaan pers untuk melakukan tindakan yang dapat menghambat atau menghalangi pelaksanaan tugas pers.
Pentingnya Kebebasan Pers
Kebebasan pers merupakan hak fundamental yang harus dijamin dan dihormati. Pers berperan penting dalam:
- Menyampaikan informasi kepada publik.
- Menjadi kontrol sosial terhadap kekuasaan.
- Mendorong transparansi dan akuntabilitas.
- Memperkuat demokrasi.
Kesimpulan
UU Pers No. 40 Tahun 1999 merupakan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kebebasan pers di Indonesia. Melarang kinerja pers berarti menghalangi hak warga negara untuk mendapatkan informasi dan merupakan pelanggaran serius yang dapat dikenai sanksi hukum. Penting bagi semua pihak untuk memahami dan menghormati peran penting pers dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tim investigasi